Gunung Tidar Magelang



Gunung Tidar Magelang memang bukan sebuah gunung aktif yang besar dan bukan gunung berapi yang tenar seperti Gunung Kelud , Gunung Merapi ataupun Gunung Merapi. Gunung Tidar bukan gunung berbahaya yang sewaktu - waktu bisa mengeluarkan magma panas ataupun wedus gembel tapi lebih sebuah pegunungan atau bukit kecil seperti halnya Gunung Gono yang juga ada di Kabupaten Magelang. Gunung yang  berlokasi ditengah Kota Magelang disalah satu lerengnya merupakan kawah candradimuka yang mencetak perwira-perwira pejuang sapta marga bagi Akademi Militer yang berdiri pada 11 Nopember 1957.


Gunung Tidar Magelang yang terkenal sebagai identitas dan Ikon Kota Magelang. Bagi sebagian orang yang memang percaya dan yakin melakukan spiritual, Gunung ini juga merupakan salah satu obyek yang menjadi tempat tujuan mereka untuk melakukan pendekatkan diri kepada yang kuasa yaitu Gusti Allah.

Gunung Tidar  Magelang yang hanya bukit ini memiliki ketinggian 503 meter di atas permukaan laut. Gunung ini juga menurut  legenda yang tersebar merupakan "Pakune Tanah Jowo" (Pakunya Tanah Jawa). Tidak bisa di pungkiri karena secara geografis posisi Gunung Tidar Magelang hampir tepat berada ditengah-tengah Pulau Jawa.

Legenda Gunung Tidar

Di Magelang terdapat sebuah bukit atau gunung kecil yang berlokasi di tengah-tengah kota. Gunung itu sangat terkenal karena menjadi salah satu tempaan para taruna Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Selain itu menjadi salah satu ikon atau ciri khas dan juga identitas kota dengan nama Gunung.
Singkat cerita pada jaman dahulu Gunung Tidar merupakan pusat atau titik tengah Pulau Jawa.

Pada jaman baulak  tanah Jawa ini masih berupa hutan belantara yang dipenuhi pepohonan yang besar dan tinggi sehingga terkenal dengan misteri keangkerannya sehingga tidak ada seorangpun berani tinggal di tempat ini. Sebagian besar wilayah Jawa ini dahulu masih dihuni dan dikuasai berbagai makhluk halus yang sangat banyak. Al kisah Tanah Jawa yang dikelilingi lautan luas ini di ibaratkan sebagai sebuah perahu yang mudah terguncang bahkan oleng oleh hembusan ombak laut yang besar. Dari hal tersebutlah para dewata segera mencari solosi untuk mengatasi yang telah terjadi terhadap tanah Jawa. Dan akhirnya para dewa berkumpul untuk membahas permasalahan akan Tanah Jawa yang tidak pernah tenang oleh hantaman ombak laut. Lalu di ambilah sebuah keputusan besar dengan mengutus sejumlah dewa dengan mengemban tugas menenangkan  tanah Jawa. 

Utusan Dewa membawa sejumlah bala tentara menuju Tanah Jawa atau Pulau Jawa sebelah barat. Akan tetapi  Pulau Jawa kembali oleng dan berat sebelah karena para dewa dan bala tentara hanya menempati wilayah barat. Lalu para Dewa berusaha menyeimbangkan , dengan cara sebagian membagi dewa dan bala tentaranya separo dikirim ke timur. Namun sungguh disayangkan karena usaha ini tetap gagal.

Dengan mengamati kenyataan ini maka para dewa tidak putus asa sampai disini,  kesibuk mencari cara mengatasi masalah pulau Jawa yang tak kunjung terselesaikan. Waktu terus berlalu hari demi hari telah terlewati dan pada akhirnya ditemukan sebuah gagasan ide cemerlang yaitu dengan memaku Pulau Jawa. Ide ini memang sebuah ide satu - satunya yang cemerlang akan tetapi paku seperti apa yang mampu memaku pulau Jawa yang seluas ini. Tapi apa boleh buat para dewa tidak punya pilihan lain dan harus menciptakan sebuah paku raksasa. Paku itu akan di tanam dan tancapkan di pusat Tanah Jawa, yaitu titik paling tengah dari Pulau Jawa agar dalam posisi seimbang. Dan paku raksasa yang di tancapkan di percaya sebagaian masyarakat sebagai Gunung Tidar. Yang pada akhirnya setelah paku raksasa itu ditancapkan, Pulau Jawa menjadi tenang hingga sekarang meskipun ombak laut menghatam pulau ini. Menurut kepercayaan sebagian masyarakat entah mitos ataupun fakta bahwa Gunung Tidar pada mulanya hanya di tinggali oleh para jin , dedemit dan bangsa lelembut yang konon di pimpin oleh Kiai Semar yang juga dari bangsa lelembut.

Pemimpin bangsa lelembut Kiai Semar berbeda tokoh semar dalam kisah di pewayangan.  Bangsa lelembut yang dipimpin Kiai Semar yang menguasai Gunung Tidar ini menurut cerita bangsa lelembut / jin sakti yang terkenal mempunyai wujud yang menyeramkan. Dan Setiap ada manusia yang berusaha untuk tinggal di sekitar Gunung Tidar terusir dan tak sanggup. 

Karena pimpinan lelembut tidak segan menyuruh anak buahnya bangsa lelembut berupa raksa-raksasa yang tak kalah seram atau genderuwo hitam pekat besar untuk mengusir bahkan memangsanya.

Pada akhirnya datanglah sosok manusia pemberani yang bernama Syekh Subakhir. Dan ternyata Shekh Subakhir mampu menempati Gunung Tidar sebelah timur. Menurut cerita Shekh Bakhir tidak sendiri tetapi di kemudihan hari mengajak banyak orang. Yang tempat tersebut sekarang lebih dikenal sebagai desa Trunan. Desa Trunan yang pada awal mulanya dari kata "turunan" (dalam bahasa Indonesia berarti keturunan ). Tetapi kata  "turunan" bisa juga diartikan tempat turun ( tapi tempat turun yang dimaksud tempat turun dari gunung atau tempat turun dan tinggal Syekh Bakhir. Demi keamanan dan kenyawanan orang -orang yang di ajak syehk  kemudian Syekh Bakir berangkat sendiri menuju puncak Gunung Tidar melakukan semedi meminta petunjuk pada sang pencipta. Dan akhirnya sebagai tolak balak atau pengusir hawa negatif ditancapkannya Tombak pusaka sakti Syekh Bakhir dipuncak Gunung Tidar.



Setelah tombak sakti tersebut ditancapkan di puncak Gunung Tidar timbullah hawa panas yang membuat bangsa lelembut tak dapat bertahan bahkan pimpinan bangasa lelembut Kiai Semar. Hingga pada akhirnya pimpinan bangsa lelembut ini lari meninggalkan Gunung Tidar yang dikuasainya. Dan konon di balik larinya Kiai semar bersama pasukannya semenjak itu bahkan hingga sekarang berpindah tempat di area puncak Gunung Merapi yang dipercayai sebagai tempat yang penuh misteri dan angker.
Bahkan sebagian lagi dari pasukan Kiai Semar  ada yang melarikan diri ke alas Roban dan juga ke Gunung Srandil.

Hingga saat ini Tombak itu masih dijaga oleh masyarakat dan dimakamkan di puncak Gunung Tidar dengan nama makam Tombak Kiai Panjang. Dengan masih adanya tombak sakti itu, maka amanlah Gunung Tidar dari kekuasaan bangsa lelembut. Syekh Bakir saat itu yang pada akhirnya memboyong sahabat-sahabatnya untuk membuka tempat tinggal baru Di Gunung Tidar dan sekitarnya.

Dibalik cerita yang ada justru ada cerita dengan versi yang lain mengenai Syekh Subakhir. 

Pada saat pemerintahan Turki di pegang oleh Sultan Muhamad 1 , beliau menannyakan tentang perkembangan agama islam kepada para pedagang yang berasal dari Gujarat India. Dari pedagang inilah di dapat kabar bahwa di Pulau Jawa terdapat  kerajaan hindu yaitu Kerajaan Majapahit dan Kerajaan Pajajaran. Di saat ini memang ada rakyat yang beragama islam namun hanya sebatas keluarga para gujarat ataupun pribumi yang mengikat tali perkawinan dengan para gujarat dan tinggal di pelabuhan - pelabuhan.

Dari informasi tersebutlah Sultan Muhamad 1 kemudihan mengirim surat melalui utusannya kepada para pemimpin islam di Afrika Utara dan juga Timur Tengah yang berisi meminta kepada para ulama yang mempunyai karomah untuk di datangkan ke Pulau Jawa. Dari situlah akhirnya sbilan ulama berilmu tinggi dan memiliki karomah dapat dikumpulkan.

Pada tahun 1404 Masehi atau  808 Hijrah sembilan ulama tersebut berangkat ke Pulau Jawa. Diantara kesembilan ulama yang berilmu tinggi itu salah satunya adalah bernama Syekh Subakhir, Beliau terkanal sebagai pakar rukyah ( penakluk  dan pengusir makluk gaib bangsa lelembut yang yang menganggu manusia). Sama halnya cerita lain yang juga menyebutkan bahwa Pulau Jawa pada waktu itu sangat angker. Pulau Jawa dihuni oleh bangsa mahluk halus berupa dedemit, jin-jin, periprayangan, tuyul, bekasaan, kemangmang, banaspati, genderuwo, jangkitan, wewe, kromoleo,  pocong, kuntilanak dan masih banyak lagi jenis memedi atau bangsa lelembut. Dan telah diceritakan pula, bahwa sang Sultan Rum (teks asli ngerum) sekarang Turki, telah mengetahuinya dan mendapat bisikan (ilham) dari Tuhan, yang memerintahkan untuk mengisi pulau itu dengan manusia. Dan saat itu sang Sultan memanggil Patihnya dan diperintahkan sebagai berikut baginda Sultan berkata : "Hai Patih ...! Aku akan bertanya padamu yang sesungguhnya. Apakah benar berita mengenai Pulau Jawa itu, apa kamu sudah tahu?"Katanya masih sepi dan belum ada manusia yang tinggal disana, pulau itu masih berupa hutan belantara?"
Sang maha patih menjawab : "Benar sekali tuanku, sungguh belum ada manusianya, beritanya para nakoda yang sering mengarungi samudera berlayar ke sumbawa melewati Pulau Jawa itu tuanku, pulau itu membujur dari barat ke timur terletak di sebelah baratnya pulau Bali dan banyak terdapat Gunung. Baginda Sultan berkata dengan pelan: ''Hai Patih! Kamu bawalah dua leksa orang kepala keluarga, cepat tempatkan di tanah Jawa agar mereka bertani dan berilah bekal dengan alat-alat pertanian!".

Saat itu pula sang Maha patih segera mencari orang-orang pilihan dan bergegas mempersiapkan segala perlengkapannya dengan membawa 40.000 orang. Rum yang kini dikenal Turki adalah wilayah Eropa bagian timur, jaraknya yang sangat jauh entah berapa waktu lama perjalanan yang di tempuh menuju Pulau Jawa. Sungguh menjadi tantangan tersendiri sehingga hambatan dan rintangan mereka lewati hingga akhirnya sampai di Pulau Jawa. 40.000 orang yang terdiri dari 20.000 pasangan suami istri itu di tempatkan di Pulau Jawa. Sementara  tugas Sang Maha patih hanya mengantar dan kembali  pulang ke negeri Rum. Dari sekian banyaknya orang yang dikirim hanya menyisaakan 40 orang sedangkan lainnya tewas dengan berbagai kejadian gaib seperti diteluh maupun di makan lelembut. Mereka akhirnya meninggalkan Pulau Jawa, berlayar pulang kembali ke negeri asalnya yaitu Rum / Turki. Setelah sampai di negeri Rum, mereka di hadapkan kepada Baginda Sultan Turki. Dan melaporkan sendiri kejadian yang menimpa rekan-rekannya yang di kirim ke Pulau Jawa. Ini laporan orang yang selamat : "Kami banyak yang mati dimakan dedemit, jin dan bangsa sejenisnya".
Lantas Sang Sultan memanggil seorang ulama besar yang dikenal sebagai ahli rukyah dan ahli ekologi lingkungan, yang bernama Syekh Subakhir yang memiliki gelar Syekh Maulana. Perlu diketahui bahwa ulama ini sangat di segani dan di hormati oleh rakyat, bahkan Baginda Sultan sendiri menaruh hormat kepadanya. Setelah Syekh Subakhir datang menghadap maka berkatalah sang Baginda Sultan :"Wahai Tuan Syekh Maulana, saya sudah memberi tugas kepada Patih tapi telah gagal. Sekarang Tuanlah yang saya tunjuk, pergilah ke Pulau Jawa yang terkenal angker itu. Pasanglah tumbal, tempatkan di gunung yang terletak di tengah-tengah Pulau Jawa supaya bangsa lelembut yang memakan dan menewaskan manusia itu pergi. Dan bawalah orang Keling agar mereka menetap tinggal di Pulau Jawa. Jangan lupa lengkapi mereka dengan persenjataan".

Sang Mahapatih mendapat titah untuk mempersiapkan segala keperluan perjalanan Syekh Subakhir ke Pulau Jawa. Dalam pelayaran itu, Syekh Subakhir singgah di tanah Hindustan (India). Di sana ia mengambil 20.000 orang Keling, lalu meneruskan perjalanan ke Pulau Jawa. Rombongan Syekh Subakhir sampailah di Pulau Jawa, sebagai orang yang waskita ia tahu bahwa pusat segala bangsa lelembut adalah di gunung Tidar, maka beliau langsung bergegas menuju ke gunung paling angker itu. Dengan membawa batu hitam yang sudah di rukyah , dan batu berukiyah di pasang merata disegala penjuru gunung, kegiatan ini yang kemudian oleh orang Jawa dinamakan memberi tumbal atau menumbal tanah. Pengaruh kekuatan tumbal yang di pasang itu demikian dahsyat, dalam tempo yang tidak begitu lama terjadilah keributan besar, situasi menjadi mencekam,  kondisi alam berubah total, cuaca yang sebelumnya cerah saat itu berubah menjadi gelap, angin yang saat itu berhembus sepoi - sepoi berubah menjadi kencang tak terarah, gemlegar suara halilintar menyambar - nyambar , hujan api menambah suasana semakin mengerikan, gemuruh suara gunung dahsyat sekali, api membakar disegala tempat.

Suasana ini berlangsung cukup lama yaitu sekitar tiga hari tiga malam peristiwa dahsyat yang menakutkan dan menggoncang pulau jawa itu berlangsung tanpa henti. Bangsa lelembut ,demit dan siluman sejenisnya lari menyelamatkan diri karena aura positif yang membuat mereka kepanasan oleh daya ghaib rukyah Syekh Subakhir. Banaspati hanyut mengikuti arus air, ilulu jangkitan lari tunggang-langgang. Jin, periprayangan, mengungsi di lautan, bekasan, kemang-mang, banaspati, genderuwo, jangkitan, wewe, kuntilanak hanyut semua hanyut dalam air karena tak kuat menahan panas dari batu rukhiyah tersebut. Setelah peristiwa menggoncang alam dan kembali.

Berlanjut cerita ada dua dahyang di Tanah Jawa, keduanya yang merupakan sesepuhnya jaman di Tanah Jawa. Dahyang yang mengemban pulau Jawa tersebut Sang Hyang Semar sebutannya, dan satunya lagi Sang Hyang Tagog. Danyang itu berada di gunung , sedangkan kaki gunung sebagai padepokannya. Dan menempati Gunung Tidar sangat lama. Dalam kisah diceritakan entah kemana sang Tagog waktu kejadian itu, hingga Sang Semar berkata dengan penuh pertanyaan : "Kakang Tagog di mana engkau? Telah terjadi keributan, kejadian hujan api menghujani bumi menjadikan penghuninya porak-poranda dan menjadikan berkurang dan terpisah-pisah. Bumi bergelimpangan mayat tersambar petir, kilat menyambuk angkasa dan membakar bumi dengan jilatannya, suara guntur menggelegar di angkasa, gemuruh suara gunung yang bergetar!" 

Entah dari mana datangnya suara tiba-tiba sang Tagog menjawab: "aku disini, aku tak tahu penyebabnya, bukankah kamu lebih tahu?!" 
Sang Semar memberikan kabar padanya : "jika engkau tidak tahu, yaitu ada utusan dari Rum datang ke tanah Jawa membuat rusaknya demit, tumbalnya di pasang merata di gunung, mari kita kesana menjumpai sang resi utusan itu! Dia di perintah Sang Sultan untuk menenung semua demit, aku akan menuntut pada pendeta Rum itu, tentang banyak 

Bekasaan yang hanyut serta hiruk-pikuk buyarnya semua lelembut".
Sang Hyang Tagog mencegahnya; "Hai adik jangan ditemui!" Entah mengapa,  karena ternyata keduanya berangkat juga untuk menemui sang resi dari Rum itu. Dan setelah sampai di hadapan Syekh Subakhir yang berada di gunung Tidar, dia berkata "Tuan Subakhir, sebagai pendeta kenapa tuan datang kesini membuat kerusakan?"
Syekh Subakir dengan perlahan berkata: "Kisanak......kau ini siapa? keluar dari mana Kisanak berdua tiba - tiba muncul dihadapanku? baru kali ini aku melihat kalian? lantas apa yang kisanak inginkan sampai datang kepadaku?" .
Sang Hyang Semar perlahan juga menjawab: "ya saya ini orang Jawa, saya ingin bertemu dengan tuan".
Syekh Subakhir berkata: "Beritanya Tanah Jawa tempat yang belum ada manusianya, tempat yang masih hutan belantara".
Sang Semar langsung menyangkalnya: "Nyatanya saya orang Jawa, saya ada sebelum tuan datang, kami menduduki dan menetap di puncak-puncak gunung sudah mencapai 9000 tahun dan kami berada di gunung Tidar selama 1.001 tahun".
Syekh merasa heran mendengarnya, lalu bertanya kembali : "Hai kamu ini bangsa apa? apakah kamu ini sungguh-sungguh manusia? umurmu panjang sekali, sedangkan saya belum pernah mengetahui orang yang memiliki umurmencapai 1000 tahun. umurmu lebih panjang dari Nabi Adam AS, hai kisanak! mengakulah! berterus teranglah padaku, rupanya kamu bukan manusia hingga umurmu melebihi umur Nabi Adam, umurmu sangat panjang, jika kamu manusia tak ada manusia yang umurnya mencapai 1000 tahun.
Sang Semar berkata: "Sesungguhnya saya ini bukan manusia, sayalah Dahnyang Tanah Jawa yang paling tua, putranya Dewi-dewi, yang di sebut Manik Maya ya saya ini, sang Hyang Syist ya saya ini, Dahnyang Teritoti ya saya ini, Rekannya ya saya, Sang Hyang Ening itu namaku, sedangkan Jaya Kusuma itu Rajaku, serta Ki Joko Pendek Angtek-angtek Kucing Gati ya sayalah yang di sebut Sang Hyang Semar. Saya kesini sudah lama sekali dari ibu Hawa melahirkan benihnya dan di ambil (diadopsi) serta di rawat oleh sang Idajil, benih itu tak berbentuk dan di cipta dibentuknya sedemikian rupa dan dicampur dengan maninya, maka jadilah hamba ini. Jika tuan belum tahu, ya ini wujudnya badan hamba, seluruh dahnyang semua keturunan hamba, maka dahnyang itu ada di seberang Tanah Jawa, jin prahyangan dan peri serta kebanyakan lelembut ya turun saya, semua menguasai tempat-tempat yang winggit (angker), Ilulu Jangkitan buyut saya, sedangkan Ki Rogo titisannya burung Senhari.

Hamba bersama dengan saudara tua hamba bertempat di Tanah Jawa, maka hamba kesini untuk bertemu dengan paduka tuan ingin tanya yang sesungguhnya, mengapa tuan sebagai sang pendeta membuat kerusakan semua anak cucu hamba? mereka semua hanyut di sungai sampai kelautan, terkapar kena tenung, ternyata kamu yang membunuhnya! sisanya kebanyakan para lelembut mengungsi ke lautan".
Sang pendeta perlahan berkata: "Hai kisanak aku ini di utus kanjeng sultan Rum Rajaku, maka aku disuruh mengisi manusia di pulau Jawa, supaya berladang, bersawah membuka hutan belantara, yang ku tempatkan ini orang dari negeri Rum banyaknya 2000 orang berkeluarga, itu sudah kehendak Tuhan, tidak bisa jika menghalanginya".
Sang Hyang Semar perlahan berkata: "Sukurlah jika itu kehendak Sultan dari Rum, sri Raja sendiri yang menyatakan mengisi manusia di Tanah Jawa, menyuruh membuka hutan, karena baginda sendiri juga turun saya, semua itu terjadi pada Taqdir Tanah Jawa. "
Selanjutnya Syekh Subakir membeberkan ramalan tentang kejadian di masa yang akan datang mengenai Raja-raja penguasa Tanah Jawa hingga nanti saat tengelamnya Pulau Jawa.

Mengapa Pulau Jawa tenggelam? Dikisahkan hal ini demi menyelamatkan ummat Islam di Pulau Jawa, karena Dajjal nantinya mampu menghidupkan orang mati dan menjadikan orang tersebut kafir. Jika Pulau Jawa di tenggelamkan sang Dajjal yang hanya punya mata sebelah itu tidak akan mampu melihat penghuni Pulau Jawa, karena Pulau Jawa sudah rata dengan lautan. Mengenai ramalan Raja-raja Pulau Jawa dan situasi penduduk Pulau Jawa yang di sampaikan Syekh Subakir Hampir sama dengan Ramalan Jayabaya yang sesungguhnya di tulis oleh Sunan Giri.
Gunung Tidar dan makam syehk Subakhir dapat kita jumpai di atas Gunung Tidar tersebut yang hingga saat ini sebagai tempat ziarah kubur terutama menjelang bulan ramadhan tiba ( saat sadranan) . Ada yang berpendapat bahwa ini bukanlah makam tetapi petilasan (tempat istirahat) Syaikh Subakir. Selain makam Syaikh Subakir ada makam yang panjangnya 7 meter yang merupakan makam Kyai Sepanjang, Kyai Sepanjang merupakan tombak dari Syaikh Subakir untuk mengalahkan para lelembut Gunung Tidar. Panjang makam awalnya adalah 6 meter, kemudian setelah petilasan Syaikh Subakir dan Kyai Ismoyo dipugar, makam Kyai Sepanjang-pun juga dipugar dan panjang makam ditambah 1 meter sehingga total menjadi 7 meter.
Bagi para penyiarah atau wisatawan untuk sampai pada puncak Gunung Tidar dibutuhkan waktu yang cukup  lama hanya sekitar 30 menit tergantung kekuatan masing - masing pengunjung, dengan keberadaan tempat yang masih alami terdapat pohon-pohon pinus dan tanaman buah-buahan yang berumur tahunan seperti salak hasil penghijauan era tahun 1960 yang menjadikan Gunung Tidar semakin asri dan hijau. Dipuncak Gunung Tidar terdapat lapangan yang luas dan ditengah lapangan tersebut terdapat Tugu dengan simbol "So" (huruf jawa) dalam tiga sisinya yang memiliki arti "Sopo Salah Seleh" atau secara bahasa Indonesia " Siapa Salah Taruh ( mengaku) " yang dapat di jabarkan sebagai berikut siapa yang bersalah sebaiknya mengakui kesalahannya. Tugu inilah yang seperti disebutkan diatas pertanda dengan apa yang disebut "Pakune Tanah Jowo" sehingga membuat keberadaan Pulau Jawa tetap tenang dan aman.


Mengetahu tentang lokasi Gunung Tidar



Di sini nanti kita dapat temukan makam Syekh Subakhir yang juga tersedia mushola kecil dan pendopo. Makam Syaikh Subakir awal mulanya hanya ditandai dengan adanya kijing yang terbuat dari kayu. Namun setelah dilakukan pemugaran kijing kayu tersebut diletakkan di pendopo dan diganti dengan batu fosil yang berasal dari Tulung Agung serta dikelilingi pagar tembok yang berbentuk lingkaran tanpa atap.

Makam lainnya adalah makam Sang Hyang Ismoyo Jati atau yang biasa disebut dengan Kyai Semar (bukan Semar dalam pewayangan). Kyai Semar merupakan Pamomong Tanah Jawa. Dikisahkan bahwa Kyai Semar menelan dunia (bumi) dan tidak bisa dikeluarkan lagi sehingga bentuk perutnya membuncit seperti orang hamil.
"Tumpeng jejeg sejati, sego kuning sabukono, janur kuning sundukono, sodo sapu gerang sak ler, bawang lanang brambang lanang lombok abang".
Makam Kyai Semar berbentuk kerucut berwarna kuning, di dasar kerucut dikelilingi (disabuki) dengan tulisan Jawa Hanacaraka dan di puncaknya disunduk dengan janur kuning. Makam yang berbentuk kerucut tersebut dengan sebutan Tumpeng Jejeg Sejati yang mempunyai makna manusia hidup harus benar tindakannya (jejeg lakune) dan senantiasa bersyukur kepada yang memberi hidup (Gusti Allah Robbul Alamien). Makam dikelilingi dengan pagar tembok yang berbentuk persegi , angka 9 pada panjang dan lebar tembok melambangkan Wali Songo (yang berjumlah 9) sebagai penyebar Agama Islam. Di dalam komplek makam juga terdapat pohon Jati yang memang dibiarkan berada di dalam kompleks makam (karena tidak bisa ditebang) sesuai dengan nama Sang Hyang Ismoyo Jati.

Lantai kijing Kyai Semar dikelilingi dengan kaca cermin agar setiap orang yang berziarah hendaknya dapat berkaca terlebih dahulu, apakah wajahnya berupa hewan atau manusia. Diatas kijing makam diletakkan keris raksasa yang terbuat dari campuran logam kuningan dibalut kain putih dalam posisi berdiri.

Di hari - hari libur , semakin siang semakin banyak rombongan peziarah maupun wisatawan yang datang ke Gunung Tidar. Bahkan di malam-malam tertentu juga komplek makam juga ramai dikunjungi oleh peziarah dengan berbagi tujuannya masing-masing.


Demikian yang dapat disampaikan tentang Gunung Tidar Magelang.
---

Comments

Popular posts from this blog

Istilah - istilah Gay Sekedar Tahu

Pasar Manuk atau Pasar Burung Muntilan , Pasar Klitikan

Viar Motor Roda Tiga Penumpang Asli Dari Viar ( wong deso )